Cimahi, Reportasenusantaranews.com - Ketua Rw Rikrik Arisandi. Optimalisasi Program MBG di Posyandu Margajaya RW.08 Kota Cimahi untuk Manfaatkan Kolaborasi Kader untuk Atasi Hambatan, pada (9/12/2025).
Dalam upaya meningkatkan efektivitas program Monitoring Balita dan Gizi (MBG), pihak pengelola di tingkat RW menegaskan komitmennya untuk menjalankan seluruh aturan serta pedoman yang telah ditetapkan. Mereka menilai bahwa keberhasilan program tidak hanya bergantung pada regulasi, tetapi juga pada kesiapan pelaksana di lapangan.
Menurut pihak pengelola, tantangan utama yang muncul dalam implementasi MBG adalah proses pemberitahuan jadwal kepada masyarakat, terutama kepada warga yang sering tidak berada di rumah saat petugas datang. Kondisi ini kerap membuat pendataan dan monitoring menjadi terhambat.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, pihak RW mengambil langkah strategis dengan mengoptimalkan peran kader di setiap RT. Para kader diberi tugas memastikan informasi jadwal sampai kepada warga sasaran, khususnya keluarga balita dan ibu menyusui. Pendekatan ini terbukti lebih efektif karena kader memiliki kedekatan sosial serta akses langsung ke masyarakat.
Meski wilayah RW tersebut tidak terlalu luas, koordinasi yang baik dinilai menjadi kunci dalam memastikan kelancaran program. Para pengelola berharap, dengan optimalnya pelaksanaan MBG, seluruh balita dan ibu menyusui dapat terpantau kesehatannya secara maksimal.
"Harapan kami, melalui MBG ini masyarakat—khususnya balita dan ibu menyusui—tetap sehat. Para kader yang terlibat pun selalu diberikan kesehatan, begitu juga semua pihak yang mendukung kegiatan ini," ujar salah satu pengurus RW.
Program MBG diharapkan menjadi fondasi penting dalam memperkuat kesehatan masyarakat dan menciptakan lingkungan yang lebih peduli terhadap tumbuh kembang anak. Aamiin.
Dalam penjelasan terbarunya, Deni dari Distribusi Pengiriman menegaskan bahwa proses penyaluran manfaat kepada masyarakat berjalan dengan mekanisme yang berbeda di setiap wilayah. Ia menyebutkan bahwa setiap SPPG di tingkat SD hingga RW memiliki karakteristik data yang tidak sama, bergantung pada pembaruan data, permintaan kebutuhan, serta koordinasi antara pihak SPPG, ketua RW, maupun kepala desa.
Menurut Deni, satu SD atau satu RW dapat memiliki hingga 10 titik penerima, sehingga diperlukan ketelitian dalam mengatur layanan pengiriman setiap harinya. Ia menjelaskan bahwa alur kerja distribusi dibuat sejalan dengan kebijakan SPPD untuk memastikan pelayanan yang tepat sasaran.
“Kami hanya ingin memberikan layanan terbaik untuk semua penerima manfaat, di semua tingkatan. Semoga proses ini terus membaik dan mampu menunjang kebutuhan masyarakat dengan lebih efektif,” ujar Deni.
Ia berharap kolaborasi yang sudah berjalan baik ini dapat semakin maju dan memperkuat mekanisme distribusi ke depannya. ( Adang. R)




